Pagi putih masih
dengan selimut kabut, aku sudah terduduk di kelasku belum tepat pukul tujuh.
Semalam masih terasa sisa basah dan wangi tanah akibat hujan. Hiruk pikuk
kampus belum begitu padat, udara sesejuk ini orang – orang pasti masih terbuai
dengan hangat selimut dan mimpi diatas bantal. Akupun serasa masih merindukan
kasur. Mataku masih sembab seperti mata panda, tertinggal sisa begadang
semalam, mengerjakan tugas. Oh tidak, mengerjakan sesuatu yang tak perlu untuk
di kerjakan maksudku, mengingat kejadian beberapa waktu sebelum aku tertidur.
Jenuh, lama jika
harus menunggu putaran jam yang terasa lebih lama dari biasanya, akupun keluar
kelas, duduk di teras kampus menanti apa entah yang harus dinanti. Ketika sosok
jangkung laki – laki yang masih ku ingat dalam memoriku. Terutama sejak malam
tadi.
Tapi dia tidak
melihat bahkan melirikku. Dia duduk jauh bersama teman – temannya. Ada yang
berdegup setiap aku merasakan kehadirannya. Ada yang aneh. Tatapan matanya
malam tadi yang membuat aku terbang berkhayal melintasi fantasi, mata yang
dengan tajam menusuk hatiku, menatap memancarkan nafsu yang menggebu. Pagi ini
aku tak melihat mata itu lagi.
Aku sengaja
menggeser posisi dudukku di teras, agar lebih dekat untuk memandangnya. Mencuri
perhatian dengan diam dan gelisah yang tidak karuan.
Aku mencium
harum badannya dalam radius satu meter itu, yang ketika malam tadi, aku mencium
aromanya tanpa jarak satu senti pun. Tangan jenjangnya yang semalam tadi
menggenggam hangat tanganku, pagi ini membalut hangat dengan sebatang mild
bersulut api. Ruang dadanya yang tak begitu lebar dan bukan maskulin namun
memberi kesan ramah yang malam tadi memberi kehangatan dalam balut tubuhku,
pagi ini terbungkus rapi dengan kemeja ungu garis – garis putih. Dagunya yang mengangkat seolah memberi kesan angkuh. Pipinya,
lehernya yang jenjang, hidungnya yang mancung dan rambutnya yang tidak begitu
gondrong dan tidak begitu rapi, dia semakin terlihat tampan pagi ini seperti
malam tadi. Bibirnya yang sesekali mengecup rokok di jemarinya, yang malam tadi
begitu manis ketika aku merasakannya. Pagi ini dia berbeda, dia tidak menoleh
sedikitpun ke arahku, lamaaaa dan lama ……..
Aku pergi ke
kelas dengan gusar, dengan membuang perhatianku, menggerutu di dalam hatiku.
Bertanya – Tanya apakah dia telah gampang melupakan malam tadi. Malam yang
menurutku paling manis, ketika dia menghangatkan aku, membasuh haus sisi
liarku. Apakah dia seperti itu pada setiap wanitanya? Ah sudahlah.
Dua jam yang aku
lalui di kelas dengan gusar, konsentrasiku hilang selalu terpikir pada sikapnya
pagi tadi yang tak seramah dan semanis malam tadi. Kelas sudah kosong, aku pun
beranjak menuju teras kembali dan berharap menemukan laki – laki itu di antara
tatapanku.
Sejenak aku
duduk, menunggu, berharap dan tak jua terlihat laki – laki itu. Bersiap
beranjak pergi, aku menuju satu rumah berwarna biru laut itu, terdiam mengamati
seseorang yang mungkin saja berada disitu. ,masih tentang laki – laki itu,
tentu saja aku mengamati laki – laki itu. Dia pun datang, mempersilahkan. Aku
pun menurut.
Di tempat duduk
itu, aku diam menggerutu di dalam hati, mimik wajahku menunjukkan aku kesal.
Dengan seramah malam tadi laki – laki itu bertanya, “Mitha kamu marah? ….”
“tidak”
“loh kok sensi
gituh, aku punya salah?”
“kenapa tadi
tidak menatapku, menyapaku mungkin?”
“oh gara – gara
tadi pagi ….”
“tadi aku nunggu kamu, tapi kamu malah asik sama temen
– temen kamu, pura – pura gak kenal sama aku? Tadi aku natap kamu”
“iya aku tau
tadi kamu pasti nunggu aku, dan aku tau kamu natap aku”
“kenapa gag
natap balik?”
“gag selalu
tatapan dibalas dengan tatapan mitha”
“lalu kenapa?
Takut ada wanita lain yang menyukaimu? Kamu tidak ingat kejadian semalam?”
Tangan lembutnya
meraih tubuhku, memeluk hangat amarahku dan dia berkata,
“mitha sayang ….
Tidak selalu jika aku cuek berarti aku tidak ingin menatapmu, aku melihatmu
mengingat semua yang terjadi semalam, hal yang masih membuat aku rindu kasih
sayang kamu. Kamu wanita satu – satunya yang menyukaiku bahkan mencintaiku,
begitupun aku hanya mencintai kamu, aku rangga hermawan, dan aku ingat siapa
orang yang selalu mendamaikan hatiku”
Pelukan dan belaian ramah dirambutku itu mencairkan segala gusarku. Entah apa yang terjadi pagi tadi, alasan apa yang membuat dia kadang – kadang cuek dengan keberadaanku, aku selalu percaya bahwa aku selalu ada di hatinya. Tidak semua laki – laki menunjukkan perasannya lewat sikap dan perkataan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar