Kamis, 23 Mei 2013

Pangeran Tanpa Mahkota part2

Pagi putih masih dengan selimut kabut, aku sudah terduduk di kelasku belum tepat pukul tujuh. Semalam masih terasa sisa basah dan wangi tanah akibat hujan. Hiruk pikuk kampus belum begitu padat, udara sesejuk ini orang – orang pasti masih terbuai dengan hangat selimut dan mimpi diatas bantal. Akupun serasa masih merindukan kasur. Mataku masih sembab seperti mata panda, tertinggal sisa begadang semalam, mengerjakan tugas. Oh tidak, mengerjakan sesuatu yang tak perlu untuk di kerjakan maksudku, mengingat kejadian beberapa waktu sebelum aku tertidur.

Jenuh, lama jika harus menunggu putaran jam yang terasa lebih lama dari biasanya, akupun keluar kelas, duduk di teras kampus menanti apa entah yang harus dinanti. Ketika sosok jangkung laki – laki yang masih ku ingat dalam memoriku. Terutama sejak malam tadi.

Tapi dia tidak melihat bahkan melirikku. Dia duduk jauh bersama teman – temannya. Ada yang berdegup setiap aku merasakan kehadirannya. Ada yang aneh. Tatapan matanya malam tadi yang membuat aku terbang berkhayal melintasi fantasi, mata yang dengan tajam menusuk hatiku, menatap memancarkan nafsu yang menggebu. Pagi ini aku tak melihat mata itu lagi.

Aku sengaja menggeser posisi dudukku di teras, agar lebih dekat untuk memandangnya. Mencuri perhatian dengan diam dan gelisah yang tidak karuan.

Aku mencium harum badannya dalam radius satu meter itu, yang ketika malam tadi, aku mencium aromanya tanpa jarak satu senti pun. Tangan jenjangnya yang semalam tadi menggenggam hangat tanganku, pagi ini membalut hangat dengan sebatang mild bersulut api. Ruang dadanya yang tak begitu lebar dan bukan maskulin namun memberi kesan ramah yang malam tadi memberi kehangatan dalam balut tubuhku, pagi ini terbungkus rapi dengan kemeja ungu garis – garis putih. Dagunya  yang mengangkat seolah memberi kesan angkuh. Pipinya, lehernya yang jenjang, hidungnya yang mancung dan rambutnya yang tidak begitu gondrong dan tidak begitu rapi, dia semakin terlihat tampan pagi ini seperti malam tadi. Bibirnya yang sesekali mengecup rokok di jemarinya, yang malam tadi begitu manis ketika aku merasakannya. Pagi ini dia berbeda, dia tidak menoleh sedikitpun ke arahku, lamaaaa dan lama ……..

Aku pergi ke kelas dengan gusar, dengan membuang perhatianku, menggerutu di dalam hatiku. Bertanya – Tanya apakah dia telah gampang melupakan malam tadi. Malam yang menurutku paling manis, ketika dia menghangatkan aku, membasuh haus sisi liarku. Apakah dia seperti itu pada setiap wanitanya? Ah sudahlah.

Dua jam yang aku lalui di kelas dengan gusar, konsentrasiku hilang selalu terpikir pada sikapnya pagi tadi yang tak seramah dan semanis malam tadi. Kelas sudah kosong, aku pun beranjak menuju teras kembali dan berharap menemukan laki – laki itu di antara tatapanku.

Sejenak aku duduk, menunggu, berharap dan tak jua terlihat laki – laki itu. Bersiap beranjak pergi, aku menuju satu rumah berwarna biru laut itu, terdiam mengamati seseorang yang mungkin saja berada disitu. ,masih tentang laki – laki itu, tentu saja aku mengamati laki – laki itu. Dia pun datang, mempersilahkan. Aku pun menurut.

Di tempat duduk itu, aku diam menggerutu di dalam hati, mimik wajahku menunjukkan aku kesal. Dengan seramah malam tadi laki – laki itu bertanya, “Mitha kamu marah? ….”

“tidak”

“loh kok sensi gituh, aku punya salah?”

“kenapa tadi tidak menatapku, menyapaku mungkin?”

“oh gara – gara tadi pagi ….”

“tadi aku  nunggu kamu, tapi kamu malah asik sama temen – temen kamu, pura – pura gak kenal sama aku? Tadi aku natap kamu”

“iya aku tau tadi kamu pasti nunggu aku, dan aku tau kamu natap aku”

“kenapa gag natap balik?”

“gag selalu tatapan dibalas dengan tatapan mitha”

“lalu kenapa? Takut ada wanita lain yang menyukaimu? Kamu tidak ingat kejadian semalam?”

Tangan lembutnya meraih tubuhku, memeluk hangat amarahku dan dia berkata,

“mitha sayang …. Tidak selalu jika aku cuek berarti aku tidak ingin menatapmu, aku melihatmu mengingat semua yang terjadi semalam, hal yang masih membuat aku rindu kasih sayang kamu. Kamu wanita satu – satunya yang menyukaiku bahkan mencintaiku, begitupun aku hanya mencintai kamu, aku rangga hermawan, dan aku ingat siapa orang yang selalu mendamaikan hatiku”

Pelukan dan belaian ramah dirambutku itu mencairkan segala gusarku. Entah apa yang terjadi pagi tadi, alasan apa yang membuat dia kadang – kadang cuek dengan keberadaanku, aku selalu percaya bahwa aku selalu ada di hatinya. Tidak semua laki – laki menunjukkan perasannya lewat sikap dan perkataan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar