Minggu, 26 Mei 2013

Untuk Cinta Ini

Untuk cinta ini aku telah memberikan segalanya

Untuk cinta ini aku habiskan semua tangisku

Untuk cinta ini ku bohongi hatiku

Untuk cinta ini aku hanya ingin kamu yang dulu

Semua yang dulu nyata kini hanya jadi kiasan, aku dengan senyum palsuku dengan jeritan hatiku selalu menerima cinta dan perlakuanmu yang bukan seperti keinginanku. Benarkah itu kamu yang mencintaiku, tapi setahuku cintamu tak begitu. Sekarang aku seperti tak melihat kamu, kamu sungguh bukan lagi kamu yang dulu.

Sampai kapan aku menerimamu seperti ini, aku perhatian tapi kamu tidak, aku sakit hati aku sedih aku senang, kamu sudah tidak mau tahu lagi tentang perasaanku. Kamu sedih kamu membentak, kamu kecewa kamu marah – marah, kamu senang aku harus senang, sementara kesenanganmu bukan kesenanganku.

Semenjak kapan kamu berubah seperti ini? Tidak pernah lagi perduli padaku. Aku menangis sepanjang malam, sepanjang minggu ini. Kenapa kamu begini, bosankah? Ataukah ini memang sifat aslimu setelah bertahun – tahun aku dan kamu menjalani kisah ini dengan sangat manis.

Tidak pernah lagi ada assalamualaikum cinta dan waalaikumsalam sayang, tidak pernah lagi ada selamat tidur sayang dan semoga mimpi indah sayang, tidak pernah ada lagi selamat pagi bidadari surgaku dan selamat pagi pangeran tanpa mahkotaku, tidak pernah ada lagi semua yang biasa kamu baitkan dengan manis ke telingaku.

Tidak pernah ada lagi kecup manis kamu di ujung kepalaku, tidak pernah ada lagi ciuman manis yang kamu daratkan di pipiku, tidak pernah ada lagi kecup nakal kamu di bibirku, tidak pernah ada lagi balut hangat dekapanmu, bahkan tidak ada lagi bahu yang senantiasa jadi tempat pelabuhan tangisku dulu.

Kemana kamu yang dulu, aku merindukan kamu, merindukan kita yang semanis dulu. Telingamu sudah tak lagi jadi pendengar keluh kesahku dan kamu pun tak membutuhkan lagi telingaku untuk kamu perdengarkan ocehan lucumu yang membuatku tertawa atau tentang perasaanmu yang selalu kau perdengarkan kepadaku. 

Kamu memilih menyendiri dan bercerita pada sebatang mild kesukaanmu. Kenapa aku bukan lagi pelampiasan perasaanmu, kenapa kamu seperti menganggap aku tak pernah ada.

Apakah kamu bosan? Apakah ada wanita lain yang kembali menjerat hatimu yang sudah aku miliki? Apakah aku terlanjur semakin menua, tidak cantik lagi, tidak seksi lagi, tidak bening lagi, sehingga kamu bosan bersamaku? Setiap pagi kita bertemu, berpapasan, tapi kini tak pernah ada lagi dialog gombalmu yang awali pagiku dengan semangat.

Cinta tak selamanya indah, seperti aku yang harus selalu terus berusaha menerima perubahan – perubahanmu, tanpa ingin kehilanganmu. Cinta memang bisa berakhir kapanpun, begitupun dalam ikatan pernikahan. Tapi cinta juga bisa tumbuh sewaktu – waktu walaupun cinta itu pernah kandas, seperti aku yakini bahwa suatu hari nanti cintamu akan kembali, aku yakin kamu tidak akan pernah pergi meninggalkan aku dengan status janda di ktp ku suatu saat nanti. Aku yakin kamu akan kembali mencintai aku seperti masa – masa indah dulu, di awal pernikahan kita, di masa – masa pacaran kita. :)

Suamiku, jika aku tak baik untukmu, jika aku bukan isteri yang patuh padamu, jika kamu begini karena aku bukan isteri yang tidak taat padamu, maka hukumlah aku dengan hukuman yang pantas untukku. Tapi jika kamu seperti ini karena aku tak cantik lagi, karena ada wanita lain yang menggodamu, maka sudah saatnya aku berhenti patuh padamu, sudah saatnya aku pergi dari imam yang tak bisa membimbingku.

Tapi suamiku, aku percaya aku masih menjadi yang terbaik untukmu, bukankah aku masih selalu patuh padamu. Dan aku masih percaya engkau imam yang baik untuk dunia dan akhiratku, sampai saat ini dan sampai nanti maut memisahkan.

Tentang Masa Lalumu

Tentang masa lalumu aku tidak memperdulikannya, aku tidak pernah ingin tahu bahkan sedikit bertanya kepadamu. Aku tidak ingin kamu menjadi milik masa lalumu, aku juga tidak ingin kau terpuruk di masa lalumu yang mungkin indah menurutmu.

Aku hanya ingin kamu lupakan masa indahmu di masa lalu, karena aku sendiri berjanji untuk selalu berusaha membahahagiakanmu, memberikanmu hari – hari terindah. Hari – hari dewasa kita, aku ingin membawamu pergi jauh – jauh dari cinta masa ingusanmu, cinta yang seharusnya tidak mengubah hidupmu sama sekali, cinta yang seharusnya bisa kamu lupakan dengan mudah, cinta yang seharusnya tidak mengajarkanmu untuk menyakiti perempuan.

Mereka di masa lalumu yang liar, yang lugu, yang polos, yang berkhianat sekalipun tidak akan pernah kamu dapatkan dari aku. Berlarilah ke arahku, dan kita akan berjalan bersamaan, beriringan seolah – olah aku dan kamu terlihat serasi. Walaupun tak sepadan, dan terkadang aku tak yakin kamu bahkan untuk sekedar mau berjalan bersamaku.

Kamu sempurna, dia dimasa lalumu pun sempurna, tampan dan cantik. Jika pun kalian berjalan beriringan tanpa ikatan, orang akan berkata serasi. Tidak dengan aku, ya aku cemburu untuk seperti masa lalumu yang serasi dengan rupa tampanmu. Aku hanya seonggok perempuan rendah yang sama sekali tak serasi denganmu. Aku takut jika aku dan kamu berjalan beriringan, orang hanya akan memandang bahwa kamu punya selera yang rendah. Atau pahit – pahitnya kamu tidak akan pernah bangga berjalan bersamaku bahkan jika ku bandingkan dengan caramu membanggakan ingatan tentang masa lalumu.

Tapi, cukupkan semua ocehan di hatimu tentang masa lalumu. Sayang, semua yang mungkin indah di masa lalumu telah berakhir, bahkan dia sama sekali tidak pernah mengenangmu seperti kamu terlalu dalam mengenangnya.

Sayang, bukalah mata hatimu, tidak ada yang perlu disesalkan dari kisah cinta lugumu, tidak ada yang perlu diungkapkan lagi untuk masa lalumu. Dia telah memiliki dunianya sendiri, lupakanlah, karna aku berjanji akan selalu menjadikan harimu indah dengan ketidaksempurnaanku.

Tumbuhlah menjadi dewasa bersamaku, sama – sama belajar dengan keadaan yang ada bahwa hidup tidak selamanya menjadi kecil, kita selalu tumbuh menjadi tua dan matang. Ukir masa depanmu dangan namaku, nama yang bahkan tidak indah sama sekali.

Sayang, jika hatimu terus memilih gusar dengan masa lalumu, akan berapa wanita lagi kamu jadikan pelampiasan? Sayang, jika dulu kamu pernah dengan sangat mencintai masa lalumu itu, bisakah kamu berikan itu juga padaku, atau mungkin lebih? Jika dulu kamu begitu menjaga hati dia dimasa lalumu, bisakah kamu menjaga hatiku juga seperti itu atau mungkin lebih dari itu?

Sayang, aku selalu menyadari kekuranganku, aku selalu tidak bisa berbuat seperti yang kamu mau, aku selalu salah menyampaikan perasaanku, semua itu hanya karena aku ingin kamu tetap disini, percayalah sesungguhnya aku hanya ingin memberikanmu yang terbaik. Meski dengan rendah dan sangat tidak pantas untukmu, aku berharap kamu tidak akan pernah menginjakku, aku berharap kamu mencintai aku seperti aku mencintai kamu, yang maha tampan dan si buruk rupa yang berharap harinya berjalan beriringan.


***

Kamis, 23 Mei 2013

Pangeran Tanpa Mahkota part3

Bulir – bulir tangis bidadari sudah mulai terasa, begitu sewaktu kecil ibu bercerita bahwa hujan adalah tangis seorang bidadari yang kesepian. Malam ini bulan tidak begitu kelihatan gara – gara awan hitam yang semakin membuat malam ku mencekam.

Malam ini memang terlalu gelap untukku, jika saja tidak ada dia. Malam ini dingin dan hampa tanpa taburan bintang. Jam sudah terlalu cepat berputar, tak ada dia yang aku tunggu sejak senja tadi. Rintik rintik kecil menyembul diantara tanah hingga bau harum bumi mulai bisa aku cium. Malam ini gelap  segelap – gelapnya.

Petir sudah membeludak diantara awan – awan hitam itu di langit, ketakutan yang aku rasa embuat aku lebih memilih terduduk menyempit mencari kehangatan. Dalam alunan hujan aku membayangkan sosoknya, tiap pelukan hangat yang mungkin bisa menemani mala mini yang nyatanya tidak kudapatkan malam ini.

Sudah pukul delapan dan dia pun belum datang, hingga aku putus asa bahwa dia memang tak datang. 

Namun, tiba – tiba pintu terbuka, seseorang dengan berlumuran air hujan tengah menggigil dan langsung ku berikan handuk kering lantas aku persilahkan dia mengeringkan badannya.

Dia telah hadir, seseorang yang sejak tadi aku tunggu di malam minggu ini. Usai mengeringkan badannya dan mengganti pakaiannya dia duduk disampingku, dengan lembut dia merangkul aku, meyakinkan bahwa dia akan membuatku nyaman di hujan kali ini, yang membuatku takut dan sepi.

Hujan semakin deras, aku semakin dibalutnya dengan hangat. Malm ini aku tak begitu sepi seperti malam sebelumnya, sebelum aku memilikinya. Tanpa malu tanpa ragu aku mencium bibirnya yang manis itu. Aku dan dia berada di malam panjang yang hangat, mungkin hujan kali ini bidadari bukan menangis karena kesepian, mungkin dia tengah menangis karena cemburu menyaksikan aku memadu rasa dengan pangeran tanpa mahkota itu.

Pangeran Tanpa Mahkota part2

Pagi putih masih dengan selimut kabut, aku sudah terduduk di kelasku belum tepat pukul tujuh. Semalam masih terasa sisa basah dan wangi tanah akibat hujan. Hiruk pikuk kampus belum begitu padat, udara sesejuk ini orang – orang pasti masih terbuai dengan hangat selimut dan mimpi diatas bantal. Akupun serasa masih merindukan kasur. Mataku masih sembab seperti mata panda, tertinggal sisa begadang semalam, mengerjakan tugas. Oh tidak, mengerjakan sesuatu yang tak perlu untuk di kerjakan maksudku, mengingat kejadian beberapa waktu sebelum aku tertidur.

Jenuh, lama jika harus menunggu putaran jam yang terasa lebih lama dari biasanya, akupun keluar kelas, duduk di teras kampus menanti apa entah yang harus dinanti. Ketika sosok jangkung laki – laki yang masih ku ingat dalam memoriku. Terutama sejak malam tadi.

Tapi dia tidak melihat bahkan melirikku. Dia duduk jauh bersama teman – temannya. Ada yang berdegup setiap aku merasakan kehadirannya. Ada yang aneh. Tatapan matanya malam tadi yang membuat aku terbang berkhayal melintasi fantasi, mata yang dengan tajam menusuk hatiku, menatap memancarkan nafsu yang menggebu. Pagi ini aku tak melihat mata itu lagi.

Aku sengaja menggeser posisi dudukku di teras, agar lebih dekat untuk memandangnya. Mencuri perhatian dengan diam dan gelisah yang tidak karuan.

Aku mencium harum badannya dalam radius satu meter itu, yang ketika malam tadi, aku mencium aromanya tanpa jarak satu senti pun. Tangan jenjangnya yang semalam tadi menggenggam hangat tanganku, pagi ini membalut hangat dengan sebatang mild bersulut api. Ruang dadanya yang tak begitu lebar dan bukan maskulin namun memberi kesan ramah yang malam tadi memberi kehangatan dalam balut tubuhku, pagi ini terbungkus rapi dengan kemeja ungu garis – garis putih. Dagunya  yang mengangkat seolah memberi kesan angkuh. Pipinya, lehernya yang jenjang, hidungnya yang mancung dan rambutnya yang tidak begitu gondrong dan tidak begitu rapi, dia semakin terlihat tampan pagi ini seperti malam tadi. Bibirnya yang sesekali mengecup rokok di jemarinya, yang malam tadi begitu manis ketika aku merasakannya. Pagi ini dia berbeda, dia tidak menoleh sedikitpun ke arahku, lamaaaa dan lama ……..

Aku pergi ke kelas dengan gusar, dengan membuang perhatianku, menggerutu di dalam hatiku. Bertanya – Tanya apakah dia telah gampang melupakan malam tadi. Malam yang menurutku paling manis, ketika dia menghangatkan aku, membasuh haus sisi liarku. Apakah dia seperti itu pada setiap wanitanya? Ah sudahlah.

Dua jam yang aku lalui di kelas dengan gusar, konsentrasiku hilang selalu terpikir pada sikapnya pagi tadi yang tak seramah dan semanis malam tadi. Kelas sudah kosong, aku pun beranjak menuju teras kembali dan berharap menemukan laki – laki itu di antara tatapanku.

Sejenak aku duduk, menunggu, berharap dan tak jua terlihat laki – laki itu. Bersiap beranjak pergi, aku menuju satu rumah berwarna biru laut itu, terdiam mengamati seseorang yang mungkin saja berada disitu. ,masih tentang laki – laki itu, tentu saja aku mengamati laki – laki itu. Dia pun datang, mempersilahkan. Aku pun menurut.

Di tempat duduk itu, aku diam menggerutu di dalam hati, mimik wajahku menunjukkan aku kesal. Dengan seramah malam tadi laki – laki itu bertanya, “Mitha kamu marah? ….”

“tidak”

“loh kok sensi gituh, aku punya salah?”

“kenapa tadi tidak menatapku, menyapaku mungkin?”

“oh gara – gara tadi pagi ….”

“tadi aku  nunggu kamu, tapi kamu malah asik sama temen – temen kamu, pura – pura gak kenal sama aku? Tadi aku natap kamu”

“iya aku tau tadi kamu pasti nunggu aku, dan aku tau kamu natap aku”

“kenapa gag natap balik?”

“gag selalu tatapan dibalas dengan tatapan mitha”

“lalu kenapa? Takut ada wanita lain yang menyukaimu? Kamu tidak ingat kejadian semalam?”

Tangan lembutnya meraih tubuhku, memeluk hangat amarahku dan dia berkata,

“mitha sayang …. Tidak selalu jika aku cuek berarti aku tidak ingin menatapmu, aku melihatmu mengingat semua yang terjadi semalam, hal yang masih membuat aku rindu kasih sayang kamu. Kamu wanita satu – satunya yang menyukaiku bahkan mencintaiku, begitupun aku hanya mencintai kamu, aku rangga hermawan, dan aku ingat siapa orang yang selalu mendamaikan hatiku”

Pelukan dan belaian ramah dirambutku itu mencairkan segala gusarku. Entah apa yang terjadi pagi tadi, alasan apa yang membuat dia kadang – kadang cuek dengan keberadaanku, aku selalu percaya bahwa aku selalu ada di hatinya. Tidak semua laki – laki menunjukkan perasannya lewat sikap dan perkataan.

Pangeran Tanpa Mahkota

Ada sekitar 5397 kata – kata yang mengungkapkan suatu rasa cinta. entah benar atau tidak, jumlah tersebut adalah jumlah dari kata – kata yang pernah aku baca, tentang cinta. Bertemu sesosok laki – laki yang mampu mengahangatkan setiap getir rasa haus kasih sayang yang selama ini aku rasakan. Dia di sekitarku, aku mampu melihatnya kapan pun jika aku sadar untuk melihatnya.

Setumpuk novel cengeng yang tentu bukan kepunyaanku, kisah – kisah yang hanya aku baca sebagai pengisi kosong waktu mubadzirku. Halusinasi tentang sesosok pujangga baik hati dan tampan selalu beriringan berjalan – jalan dalam imajinasiku selepas bergelayut kantuk dengan novel – novel romance itu.

Jadikan nyata di hadapanku siapapun dia yang datang pada waktu ini ketika aku tengah benar – benar berada di pusaran jenuh dan kalut dalam perasaan sepi, akan aku berikan padanya seputas cinta yang tak pernah terhenti dan kasih sayang murni yang tak akan berganti hati.

Maka tuhan datangkan dia , laki – laki yang menyeruakan keramaian dan warna – warni kenyamanan di setiap sekat – sekat detik di hidupku. Bersahabat dengan rasa yang orang sebut itu cinta, membuat semua kehidupan datarku berubah. Semenjak aku merasakan kehadirannya di samping hatiku, di gandengan tanganku, di sela tenggorokanku dan di hela nafasku, bahkan nadiku merasakan nadinya, sejak saat itu hatiku spontan mencintainya.

Dari jutaan kata yang pernah aku sampaikan pada laki – laki sebelum dia, sungguh aku hanya terpaku pada seonggok pangeran tanpa mahkota itu yang datang menolong aku yang jatuh terlalu jauh dari rasa yang sebenarnya menyenangkan, cinta.

Tabir cinta biarlah selalu bersuara di hatiku seketika aku menatap matanya. Biarkan aku merasakan kehadiran dari setiap desiran pompa darahnya, selalu.